Sabtu, 26 Juni 2010

Asal Nama "Indonesia"

Oleh: Irfan Anshory *)
Pada zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.
Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia. Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.
Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: ... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Makna Politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."
Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.
Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

* )Irfan Anshory, Direktur Pendidikan "Ganesha Operation"
Sumber: Pikiran Rakyat, 16 Agustus 2004

Rabu, 16 Juni 2010

Hadis Nabi saw tentang Keutamaan Bulan Rajab

Doa ketika melihat bulan sabit Rajab
Anas bin Malik berkata bahwa ketika memasuki bulan Rajab Rasulullah saw berdoa: “Ya Allah, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan Ramadhan.”
Hadis ini bersumber: Al-Faqih Abu Muhammad Ismail bin Al-Husein Al-Bukhari dari Al-Imam Abu A’la’, tahun 399 H, dari Ismail bin Ishaq, dari Muhammad bin Abu Bakar, dari Zaidah bin Abi Raqad dari Ziyadah An-Numairi dari Anas bin Malik. (Fadhail Syahr Rajab: 494)
Penetapan Nabi saw tentang bulan Rajab
Ayah dari Ibnu Abi Bakrah salah sahabat Nabi berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya zaman berputar seperti keadaan hari Allah menciptakan langit dan bumi, satu tahun adalah dua belas bulan. Di antara dua belas bulan itu adalah empat bulan mulia, tiga bulan berturut-turut Dzul-Qaidah, Dzul Hijjah dan Muharram, dan bulan Rajab yang berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban …”
Hadis ini bersumber dari: Syeikh Al-Hafizh Ahmad bin Ali Al-Ishfahani, dari Abu Amer Muhammad bin Ahmad dari Abbas Asy-Syaibani, dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dari Ayyub, dari Ibnu Sirin dari Ibnu Abi Bakrah dari ayahnya, ia salah seorang sahabat Nabi saw.
Hadis ini Muttafaq alayh, diriwayatkan oleh Muhammad bin Ismail Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Jami’, dan Muslim bin Hujjaj Al-Qusyairi dalam Musnadnya. Semuanya bersumber dari jalur Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi.
Penamaan bulan Rajab sebagai bulan Allah
Siti Aisyah isteri Nabi saw berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan Allah …”
Hadis ini bersumber dari: Abu Manshur Zhafr bin Muhammad Al-Husaini dari Abu Shaleh Khalaf bin Ismail, dari Makki bin Khalaf, dari Nashr bin Al-Husein dan Ishaq bin Hamzah, dari Isa bin Musa, dari Ubaiz bin Quhair, dari Ghalib bin Abdullah, dari Atha’ dari Siti Aisyah isteri Nabi saw.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri, dengan mata rantai sanad: Abu Nashir bin Ahmad bin Ali Asy-Syabibi, dari Abul Hasan Muhammad bin Muhammad Al-Karizi, dari Abu Abdillah Muhammad bin Isa An-Naisaburi, dari Muhammad bin Ibrahim dari Al-Husein bin Salamah Al-Wasithi, dari Yahya bin Sahel, dari Isham bin Thaliq, dari Abu Harun Al-Abdi dari Abu Said Al-Khudri. (Fadhail Syahr Rajab: 496)
Hari-hari bulan Rajab tercatat di langit
Abu Said Al-Khudri berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Bulan Rajab adalah bagian dari bulan-bulan yang mulia dan hari-harinya tercatat di pintu-pintu langit yang keenam. Barangsiapa yang berpuasa satu di dalamnya karena dasar takwa kepada Allah, maka pintu langit dan hari itu berkata: Ya Rabbi, ampuniah dia…”
Hadis ini bersumber dari: Abu Muslim Ar-Razi dari Abu Nashr Manshur bin Muhammad bin Ibrahim, dari Tsawab bin Yazid dari Al-Husein bin Musa dari Ishaq bin Raziq, dari Ismail bin Yahya, dari Mas’ar bin Athiyah dari Abu Said Al-Khudri. (Fadhail Syahr Rajab: 497)
Keutamaan mandi sunnah di bulan Rajab
Abu Hurairah berkata bahwa Rasululah saw bersabda:
“Barangsiapa yang menemui bulan Rajab, kemudian ia mandi sunnah pada permulaannya, pertengahannya, dan akhirnya, ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya.”
Hadis ini bersumber dari: Abu Nashr bin Abi Manshur Al-Muqarri, dari ayahnya dari Abu Ja’far Ar-Razi dari Ja’far bih Sahel, dari Mahmud bin Sa’d As-Sa’di, dari Ishaq bin Yahya dari Hafsh bin Umar dari Abban dari Al-Hasan dari Abu Hurairah. (Fadhail Syahr Rajab: 497)
Puasa Nabi saw di bulan Rajab
Abu Hurairah berkata bahwa Rasululah saw bersabda:
“Aku tidak memerintahkan berpuasa di bulan sesudah bulan Ramadhan kecuali di bulan Rajab dan Sya’ban.”
Hadis ini bersumber dari: Ahmad bin Ali bin Ahmad Al-Faqih, dari Abu Amer Muhammad Al-Muqarri dari Ali bin Said Al-Askari, dari Umar bin Syabah An-Numairi, dari Yusuf bin Athiyah dari Hisyam bin Hassan, dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah.
Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah saw berpuasa di bulan Rajab, sehingga kami berkata beliau tidak berbuka dan berbuka…
Riwayat ini bersumber dari: Abul Hasan Muhammad bin Al-Husein bin Dawud Al-Hasani, dari Abu Bakar Muhammad bin Ahmad, dari Abu Azhar As-Salithi, dari Muhammad bin Abid dari Usman bin Hakim dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas. (Ibid: 499)
Keutamaan puasa di bulan Rajab
Abdul Aziz bin Said dari ayahnya, salah seorang sahabat Nabi saw, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Bulan Rajab adalah bulan yang agung, di dalamnya kebaikan dilipatgandakan. Barangsiapa yang berpuasa satu hari di dalamnya, maka ia seperti berpuasa satu tahun. Barangsiapa yang berpuasa tujuh hari, maka akan ditutup baginya tujuh pintu neraka. Barangsiapa yang berpuasa delapan hari, maka akan dibukakan baginya delapan pintu surga. Barangsiapa yang berpuasa sepuluh hari, maka ia tidak memohon sesuatu kecuali Allah memberinya. Barangsiapa yang berpuasa dua puluh lima hari, malaikat memanggil dari langit: Dosa yang lalu telah diampuni, maka mulailah berbuat kebajikan. Dan Barangsiapa yang menambahnya, Allah akan menambah kebaikannya.”
Hadis ini bersumber dari: Abul Qasim Abdul Khaliq bin Ali Al-Muhtasib, dari Abu Muhammad Ali bin Muhtaj Al-Kasyani, dari Abul Hasan Ali bin Abdul Aziz Al-Baghawi, dari Ma’la bin Mahdi dari Usman bin Mathar Asy-Syaibani, dari Abdul Ghafur, dari Abdul Aziz dari ayahnya, dia salah seorang sahabat Nabi saw. (Ibid: 499)
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang berpuasa satu hari di akhir bulan bulan Rajab ia akan diselamatkan dari siksaan yang berat saat sakratil maut dan azab kubur. Barangsiapa yang berpuasa dua hari di akhir bulan ini ia akan diselamatkan di shirathal mustaqim. Dan barangsiapa yang berpuasa tiga hari di akhir bulan ini ia akan diselamatkan pada hari kiamat, hari yang sangat menakutkan.” (Mafatihul Jinan, bab 2 Keutamaan bulan Rajab)
Keutamaan puasa tiga hari berturut-turut
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan mulia hari Kamis, Jum’at dan Sabtu, Allah mencatat baginya sebagai ibadah sembilan ratus tahun.”
Hadis ini bersumber dari: Ali bin Syuja’ bin Muhammad Asy-Syaibani, dari Umar bin bin Ahmad bin Ayyub Al-Baghdadi, dari Al-Husein bin Muhammad bin Ufair Al-Anshari, dari Ya’qub bin Musa Al-Madani, dari Anas bin Malik. (Fadhail Syahr Rajab: 500)
Keutamaan puasa pada hari Bi’tsah
Hari bi’tsah adalah hari Muhammad saw diangkat menjadi seorang nabi.
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa ada hari kedua puluh tujuh bulan Rajab, Allah mencatat baginya sebagai puasa enam bulan. Hari itu adalah hari Jibril turun pada Muhammad saw, awal ia membawa risalah kepadanya.”
Hadis ini bersumber dari: Abu Sa’d As-Sa’di dari Abu Nashr Muhammad bin Thahir Al-Adib, dari Muhammad bin Abdullah dari Habsyun bin Musa, dari Ali bin Said dari Dhamrah bin Rabi’ah dari Ibnu Syudzab dari Mathar Al-Warraq, dari Saher bin Hausyab dari Abu Hurairah. (Fadhail Syahr Rajab: 500)
Masih banyak lagi hadis-hadis yang bersumber dari para sahabat Nabi saw tentang keutamaan bulan Rajab. Adapun yang bersumber dari Ahlul bait Nabi saw, akan kami sebutkan di bagian amalan praktis dan doa-doa di bulan Rajab.
Download free Amalan dan Doa2 di bulan Rajabklik di sini
Doa2 haji dan Umroh dilengkapi bacaan teks latin dan terjemahan:
http://almushthafa.blogspot.com

Pages

Daftar Blog Saya

  • BERFIKIRLAH SEBELUM BERBUAT MAKSIAT - Seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah, Dia berkata: “Ya Aba Ishaq, aku sering berbuat maksiat. Katakan sesuatu kepadaku sebagai ...
    13 tahun yang lalu
  • - الحمد لله الذى أنزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيراً.. والصلاة والسلام على محمد بن عبد الله، الذى أرسله ربه شاهداً ومبشراً ونذيراً، وداعياً إلى الله...
    14 tahun yang lalu