Abstrak Vitamin C dan vitamin E merupakan protektor (antioksidan) yang secara terus menerus akan bertindak sebagai scavanger terhadap radikal bebas yang terbentuk sehingga dimungkinkan tidak terjadi gangguan keutuhan dan fungsi sel. Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatik yang mudah larut dalam air sehingga vitamin ini terdapat dicairan extra seluler sedangkan vitamin E sebagai antioksidan yang larut dalam lemak. Vitamin C mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena banyak mengandung gugus hidroksil sehingga membuat vitamin ini akan mudah diubah tubuh. Oleh karena itu vitamin C dapat bereaksi dengan radikal bebas yang bersifat aqueous dan mampu menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang menumpuk berdampak terjadinya stres. Stres merupakan respon suatu mahluk hidup terhadap rangsangan baik berupa fisik, kimia, psikis, psikosial, kultural dan sebagainya yang berasal dari luar maupun dalam organisme itu sendiri. Stres panas berdasarkan faktor penyebabnya termasuk klasifikasi stressor fisik-biologik dan dapat menyebabkan reaktif oxygen species (ROS) sejenis radikal bebas yang berperan penting terjadinya apoptosis (programmed cell death). Peningkatan stres akan menimbulkan stres oksidatif, yaitu keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya. Stres oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup dan optimal ke dalam tubuh Kata kunci: vitamin C, vitamin E, stres, kualitas sperma I. Pendahuluan Jaringan testis pada mamalia termasuk ternak sangat sensitive terhadap terhadap cekaman panas. Menurut (Wibisono, 2001) cekaman panas pada testis dapat menyebabkan fragmentasi total bisa berakibat kerusakan jaringan testis yang menyebabkan kegagalan proses spermatogenesis, sedangkan fragmentasi parsial berpengaruh terhadap spermatozoa yang dihasilkan. Walaupun sel tubuh selalu dihadapkan pada radikal bebas baik dari hasil samping produksi metabolisme sel fagosit atau didapat dari luar, sampai batas tertentu sel masih dapat bertahan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Hal ini disebabkan karena adanya protektor terhadap radikal bebas. Stress dapat menyebabkan perubahan patologis pada tubuh ternak maupun manusia, salah satu diantaranya adalah gangguan reproduksi seperti infertilitas. Infertilitas pada keadaan stress dapat disebabkan oleh adanya hambatan motilitas sperma, meningkatnya kerusakan membran, adanya kelainan morfologi dan viabilitas spermatozoa (Lamirande dan Gagnon, 1997). Stress oksidatif merupakan keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya. Akibat intensitas proses oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak. II. Pembahasan A. Vitamin C 1. Sifat Vitamin C Vitamin C mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena mempunyai banyak gugus hidroksil sehingga vitamin C mudah larut dalam air (Favier, 1995). Produk vitamin C banyak ditemukan baik alami yang terkandung dalam buah-buahan maupun sintesis misalnya E. Merck. 2. Peranan Vitamin C terhadap Kuantitas Spermatozoa Vitamin C selain mampu mengurangi radikal bebas penyebab kanker, juga merupakan antioksidan yang baik. Vitamin C sangat esensial untuk pembentukan sperma. Kekurangan vitamin C pada manusia dapat menghambat dalam memperoleh keturunan. Perbaikan untuk hal ini memerlukan waktu satu bulan dengan meningkatkan konsumsi vitamin C sebanyak 500 miligram. Kualitas dan kuantitas sperma serta aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan menambah konsumsi vitamin C (Jishage et al., 2005). Vitamin C tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh sehingga perlu disuplai dari luar tubuh untuk mempertahankan daya tahan tubuh. Dalam suatu penelitian membuktikan pemberian vitamin C dosis tertentu selama 15 hari dapat meningkatkan jumlah spermatozoa pada Mus musculus yang dipapar gelombang ultrasonik. Paparan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 30 kHz daya 3.5 watt/cm2 selama 20 menit dan frekuenzi 60 kHz daya 0.5 watt/cm2 selama 15 menit dapat menyebabkan munculnya radikal bebas. Pemberian vitamin C sampai dosis 0.20 mg/gram berat badan/hari dapat mengurangi jumlah spermatozoa yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas karena vitamin C mampu menetralisir radikal bebas (Wibisono, 2001). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dimungkinkan pemberian vitamin C dosis tertentu dapat mempertahankan atau memperbaiki kualitas spermatozoa akibat stressor panas. Gelombang ultrasonik memancarkan energi panas, semakin lama intensitas makin tinggi dan suhu testis lebih tinggi dari toleransi 5-6 oC dari suhu tubuh maka berdampak pada penurunan jumlah spermatozoa. Dengan demikian bperlu adanya penelitian tentang aplikasi vitamin C sebagai antioksidan terhadap ternak yang terkena cekaman stres. Pada pemberian vitamin C dosis tinggi 0.40 mg/g berat badan/hari pada mencit terjadi penuruanan jumlah spermatozoa karena vitamin C merupakan bahan yang bersifat pro-oksidan. Radikal askorbat yang terbentuk setelah menetralkan radikal bebas akibat paparan gelombang ultrasonik, setelah mengalami transfer elktron, akan terbentuk askorbat dianion. Selanjutnya setelah mengalami auto-oksidasi, askorbat dianion tersebut akan menjadi radikal askorbat dan radikal anion superoksid. Reaksi kimianya sebagai berikut : Asc2- + O2 Asc0- + O20- Dari reaksi tersebut menunjukkan bahwa vitamin C menghasilkan anion superoksid meskipun jumlahnya sangat rendah. Pemberian dosis vitamin C 0.40 mg/g berat badan/hari pada mencit terjadi penurunan jumlah spermatozoa dimungkinkan lebih banyak dihasilkan radikal anion superoksid karena vitamin C bisa bersifat pro-oksidan. Menurut (Suastika, 2007), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya komplikasi vaskuler pada jaringan tertentu adalah meningkatnya stres oksidatif (radikal bebas). Hal ini terjadi karena beberapa mekanisme seperti kegagalan dalam ekspresi enzim SOD (superoxide dismutase), penurunan kapasitas antioksidan, meningkatnya glikosilasi protein dan lain-lain. Pemakaian vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam dosis yang sesuai cukup membantu. Vitamin yang dapat digunakan sebagai antioksidan misalnya vitamin C dan E. Kombinasi vitamin E dosis besar dapat meningkatkan kapasitas antioksidan dari vitamin C. Namun hal yang ditakutkan pada pemberian vitamin E dosis besar adalah meningkatnya risiko terjadinya aterosklerosis. B. Vitamin E 1. Definisi Vitamin E Vitamin E (tokoferol) merupakan suatu komponen lipid yang esensial terdiri dari selaput-selaput biologi yang saling berhubungan dengan radikal peroxyl yang berfungsi dalam mencegah perkembangan lipid peroxidan (Jishage, et al., 2005). Tokoferol pertama kali ditemukan tahun 1922 sebagai salah satu faktor anti ketidak suburan (anti-infertilitas). Lebih lanjut dijelaskan oleh (Dutta-Roy, 1994) vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang terdiri dari campuran dan substansi tokoferol (a, b, g, dan d) dan tokotrienol (a, b, g, dan d), pada manusia a-tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting untuk aktifitas biologi tubuh. Bentuk vitamin E ini dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan rantai cabang. Menurut (Dutta-Roy, 1994) a-tokoferol merupakan bentuk vitamin E yang paling aktif, berdasarkan penelitian pada rodentia dan anak ayam. Menurut Linder (1992) bentuk d–tokoferol sangat lebih aktif daripada bentuk l. Grup hidroksil yang aktif pada cincin fenil dapat diesterifikasi untuk aktivitasnya. Dl - a - tokoferol asetat dapat digunakan untuk membuat definisi unit-unit internasional untuk vitamin E, yaitu 1 mg = 1 IU, oleh karena 1 mg dl - a-tokoferol (tidak diesterifikasi) = ± 1,36 IU dan 1 mg d - a - tokoferol = 1,49 IU. 2. Peranan Vitamin E terhadap Fertilitas Hampir 60% komponen lipid dalam semen kalkun adalah fosfolipid (Cerolini et al., 1997). Secara fisiologis, ukuran PUFA (polyunsaturated fatty acids) yang tinggi dalam semen unggas bersifat integral karena menjaga ketidakstabilan selaput dan fleksibilitas selama proses fertilisasi. Pengaruh kerusakan lipid peroksidasi pada sperma unggas dapat mengurangi motilitas kemampuan fertilisasi. Pada beberapa penelitian menggunakan sperma mamalia pengaruh kerusakan lipid peroksidasi seperti penurunan fungsi akrosom, kerusakan kromatin dan penurunan kemampuan fusi sperma dengan ovum termasuk didalamnya berpengaruh terhadap fertilitas semen yang disimpan (Kodama et al., 1996). Karakteristik sperma kalkun yang peka terhadap lipid peroxidation, diperlukan satu sistim antioksidan yang efisien di dalam semen kalkun yang disimpan dalam ruang tubules untuk melindungi membran sperma dari kerusakan peroksidatif (Kelso et al., 1996). Vitamin E merupakan penstabil alami pada plasma sperma dan membran mitokondria (Surai and Ionov, 1992). Vitamin E terbukti dapat memperbaiki motilitas sperma kalkun dan kelangsungan hidup di dalam ruang penyimpanan selama 48 jam pada suhu 5°C (Donoghue and Donoghue, 1997). Vitamin E dapat meningkatkan kualitas spermatozoa kalkun secara signifikan (P < 0.05) pada dosis 40 µg/ml (Long and Kramer, 2003). Epididimis merupakan jaringan komplek yang secara anatomi dan histologi dipisahkan menjadi 4 bagian kelompok yang berbeda, yaitu segmen awal, caput, corpus dan cauda epididimis. Keempat bagian tersebut responsif terhadap faktor umur. Beberapa perubahan terkait dengan umur misalnya akumulasi lipofuscin yang distribusinya diubah menjadi sistem antioksidan. Penurunan ekpresi gen dipengaruhi oleh pertahanan antioksidan. Kemungkinan stres oksidatif berperan dalam penuaan epididimis. Stres oksidatif yang berkepanjangan berdampak pada proses penuaan epididimis dan kerusakan yang semakin meluas (Kathryn et al., 2004). Vitamin E merupakan kelompok lipid yang mudah larut dalam lemak, dapat memutuskan rantai ikatan radikal bebas terutama a-tocoferol. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah perkembangan lebih lanjut reaksi radikal bebas dan selanjutnya melindungi sel dari kerusakan. Vitamin E berperan penting dalam melawan lipid peroxidasi, radikal bebas menyerang asam lemak yang menyebabkan kerusakan struktural pada membran dan hasilnya terbentuk malondialdehyde dan 4-hidroxy, 2-nonenal (4-HNE). Indikator tersebut yang biasa digunakan untuk mengetahui radikal bebas menyerang lipid (lipid peroxidation) (Kathryn et al., 2004). Berdasarkan hasil penelitian (Kathryn et al., 2004) membuktikan defisiensi vitamin E menyebabkan corpus epididimis mengalami peningkatan 4-HNE. Difesiensi vitamin E pada jaringan juga berdampak meningkatnya immunoreactivity dalam sitoplasma sepanjang epididimis. 3. Peranan Vitamin E terhadap Kebuntingan Vitamin E sangat diperlukan selain sebagai faktor sebagai anti-infertilitas juga diperlukan selama kehamilan untuk mengontrol kebutuhan vitamin E pada induk (ibu) dan embrio yang tidak bisa terpisah. Vitamin E dikenal sebagai lipid yang paling dapat larut kuat sebagai antioksidan. Pada percobaan penelitian menggunakan hewan model mencit (Jishage et al., 2005) membuktikan bahwa sistem fetoplacental cenderung mudah diserang oleh adanya oksidan dan antioksidan vitamen E berperan dalam melindungi sel syncytiotrophoblast. Dengan demikian vitamin E berperan dalam kebuntingan dengan memenuhi kebutuhan placenta untuk menekan produksi kortikosteroid dalam ginjal. 4. Peranan Vitamin E sebagai Antioksidan Vitamin E dapat mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen kedalam reaksi, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga memutus reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan (Watson and Leonard, 1986). Peran vitamin E dan antioksidan lain secara tepat masih dipelajari, untuk itu pada penelitian ini akan dikaji tentang kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada usia tua. Stres oksidasi pada spermatozoa merupakan penyebab utama disfungsi spermatozoa dengan menghambat proses oksidasi fosforilasi. Oksidasi fosforilasi yang terganggu menyebabkan peningkatan reactive oxygen species (ROS) spermatozoa. Kadar ROS yang tinggi dalam sel dapat mengoksidasi lipid, protein, dan DNA. Lipid membran plasma spermatozoa memiliki fosfolipid dengan kadar yang tinggi sehingga menyebabkan spermatozoa sangat rentan terhadap ROS. Hal ini menunjukkan bahwa membran spermatozoa adalah target utama ROS dan lipid merupakan sasaran yang potensial (Lamarande et al., 1997). Oksidasi lipid (lipid peroksidase) pada membran spermatozoa menghasilkan senyawa alondialdehyde (MDA), yang bersifat toksik pada sel sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa. Membran spermatozoa yang rusak akan menyebabkan penurunan integritas membran spermatozoa, sehingga pada akhirnya menyebabkan penurunan kualitas sperma. Malondialdehyde (MDA) adalah suatu senyawa yang merupakan hasil dari oksidasi lipid yang menjadi peroksida. Pengukuran kadar MDA merupakan cara pengukuran aktivitas radikal bebas secara tidak langsung, sebab yang diukur adalah produk dari reaksi radikal bebas bukan pengukuran radikal bebas secara langsung (Edyson, 2002). Membran plasma spermatozoa terdiri dari lipid ganda yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang sangat rentan terhadap ROS sehingga menimbulkan peroksidasi lipid (Sjodin et al., 1990). Hasil akhir peroksidasi lipid pada membran spermatozoa adalah terputusnya rantai asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan MDA yang bersifat toksik terhadap sel. Senyawa MDA menyebabkan kerusakan membran spermatozoa dan penurunan integritas membran spermatozoa sehingga terjadi penurunan kualitas sperma (Sanocka et al., 2004). Terdapat korelasi negatif antara kadar MDA sperma dan integritas membran spermatozoa dapat dijelaskan bahwa tingginya kadar MDA akan menurunkan integritas membran sel dan kerusakan spermatozoa yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas sperma, sehingga makin tinggi kadar MDA, persentase integritas normal membran spermatozoa makin rendah. Secara fisiologis sebenarnya tubuh sudah mempersiapkan diri untuk menangkal radikal bebas atau oksidan dengan tersedianya antioksidan dalam sistem intrasel membran, cairan ekstrasel, sitoplasma dan lipoprotein membran (Packer, 1995). Apabila serangan radikal bebas dalam tubuh tidak terkendali, maka elastisitas jaringan kolagen dan otot akan hilang. Akibatnya kulit menjadi keriput dan timbul bintik-bintik pigmen kecokelatan (lipofuchsin) pada kulit. Akibat lain dari serangan radikal bebas timbulnya beberapa penyakit seperti: penyakit jantung, aterosklerosis, stroke, kanker dan kerusakan-kerusakan lainnya dalam jaringan reproduksi. Radikal bebas dapat menyebabkan terbentuknya reaksi dengan asam lemak tidak jenuh dan membentuk senyawa antara yang sangat reaktif yang dapat merusak membran sel, termasuk membran lisosom, sehingga enzim lisosom menjadi bebas dan merusak bagianbagian sel yang lain. Dengan demikian dapat merubah fungsi organ yang diakibatkan oleh adanya aktivitas enzim, jumlah enzim, juga oleh tanggapan enzim terhadap perubahan keadaan. Vitamin E berfungsi untuk memutus rantai peroksida lemak dengan menyumbangkan ion hidrogen ke dalam reaksi, sehingga dapat menurunkan kadar lemak peroksida darah. Mekanisme kerja vitamin E dalam mendonorkan ion hidrogen untuk menetralkan atau mengurangi kadar lemak peroksida darah dimulai dengan kerja a-tocoferol radikal yang kemudian berubah menjadi a–tocoferol perokside. Dari dua a-tocoferol radikal berubah menjadi a-tocoferol dimer dan akhirnya menjadi a-tocoquinone yang oleh vitamin C dapat diregenerasi kembali menjadi a-tocoferol (Frankel, 1998). Mekanisme respon tubuh terhadap stres diawali dengan adanya rangsang yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh individu sendiri yang akan diteruskan pada sistem limbik sebagai pusat pengatur adaptasi. Sistem limbik meliputi thalamus, hipothalamus, amygdala, hippocampus dan septum. Sistem Limbik juga dapat mempengaruhi kerja dari sistem otonom. Hipothalamus memiliki efek yang sangat kuat pada hampir seluruh sistem visceral tubuh kita dikarenakan hampir semua bagian dari otak mempunyai hubungan dengannya. Oleh karena hubungan inilah, maka hipothalamus dapat merespon rangsang psikologis dan emosional. Peran hipothalamus terhadap stres meliputi empat fungsi spesifik. Fungsi tersebut adalah:
Hormon kortisol akan menekan sistem imun, sehingga menyebabkan produksi limfosit dan eosinofil berkurang terutama limfosit sangat ditekan produksinya. Selain itu, peningkatan jumlah kortisol juga menyebabkan terjadinya penurunan jumlah monosit dan basofil dalam sirkulasi, hanya saja mekanismenya masih belum jelas diketahui. Pada stres tahap berat, intensitas stres mengakibatkan gangguan yang berat dan merusak karena terjadi penyempitan pembuluh darah (vasokontriksi) akibat hormon vasopresin. Selanjutnya sirkulasi nutrisi, oksigan dan hormon salah satunya gonadotrophin (Hartono dan Budiwiyono, 2006). III. Simpulan dan Saran Simpulan: Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang bersifat vitamin. Berdasarkan beberapa penelitian vitamin C dapat meningkatkan konsentrasi sperma pada mencit yang dipapar gelombang ultrasonik. Sedangkan vitamin E memperbaiki morfologi sel sperma yang abnormal dan motilitas rendah, karena vitamin E dapat mencegah peningkatan produksi malondialdehid (MDA). Pemberian antioksidan vitamin E atau vitamin C dapat menghambat terbentuknya radikal bebas sehingga dapat menghambat kerusakan sel spermatozoa dan dapat meningkatkan motilitas serta kemampuan penetrasi sel spermatozoa pada ovum. Saran:
Daftar Pustaka Cerolini, S., P. F. Surai, A. Maldejian, T. Ghozzi, and R. Noble. 1997. Lipid composition of semen in different fowl breeders. Journal Poult. Avian Biol. Rev. 8:141-148 Donoghue, A. M., and D. J. Donoghue. 1997. Effects of waterand lipid-soluble antioxidants on turkey sperm viability, membrane integrity, and motility during liquid storage. Journal Poult. Sci. 76:1440-1445 Dutta-Roy, A.K., M.J. Gorden., F.M, Campbell., G.G., Duthie, & W.P.T., James., 1994, Vitamin E Requirements, Transport, and Metabolism: Role of a-Tocoferol-Binding Proteins. J. Nutr. Biochem., 5 : 562 - 570 Edyson. 2002. Pengaruh pemberian kombinasi Vit C dan E terhadap aktivitas.superoxide dismutase (SOD) dan kadar malondialdehyde (MDA) pada eritrosit rattus norvegicus galur winstar yang diinduksi L-Tiroksin. Tesis, Universitas Airlangga. Surabaya Favier, A.E. et al. 1995. Analysys of Free Radicals in Biological System. Birkausher. Boston Frankel, E.N., 1998, Lipid Oxidation. The Oily Press Dundee. California Hartono, A. dan Budiwiyono, I. 2006. Pengaruh Stress Akibat Cemas Ujian Semester terhadap Jumlah Leukosit Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNDIP Angkatan 2001. Edisi Januari-Juni 2006. Majalah Media Medika Muda, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Semarang Jishage K, Tachibe T, Ito T, Shibata N, Suzuki S, Mori T, Hani T, Arai H, Suzuki H. 2005. Vitamin E is Essensial for Mouse Placentation but Not for Embryonic Development Itself. Journal Biology of Reproduction 73: 983-987 Kathryn, M. Jervis and Robaire, B. 2004. The Effects of Long-Term Vitamin E Treatment on Gene Expression and Oxidative Stress Damage in the Aging Brown Norway Rat Epididymis. Journal Biology of Reproduction 71: 1088-1095 Kelso, K. A., R. C. Cerolini, N. H. Noble, C. Sparks, and B. K. Speake. 1996. Lipid and antioxidant changes in the semen of broiler fowl from 25 to 60 wk of age. J. Reprod. Fertil. 106:201-206 Kodama, H., Y. Kuribayashi, and C. Gagnon. 1996. Effect of sperm lipid peroxidation on fertilization. Journal Androl 17:151-157 Lamarinde E, Jiang H, Zini A, Kodama H, dan Gagnon C. 1997. Reactive oxygen species and sperm physiology. Review of Reproduction 2: 48–54 Long, J.A., and Kramer, M., 2003. Effect of Vitamin E on Lipid Peroxidation and Fertility After Artificial Insemination with Liquid-Stored Turkey Semen. Journal Poultry Science 82: 1802-1807 Packer L., 1995, Oxidative Stress, Antioxidants, Aging and Desease, in: Cutler, R.G., L. Packer., J. Bertram., & A. Mori., 1995, Oxidative Stress and Aging., irkhauser Verlag, Basel Switzerland. pp. 1–14 Sanocka D, dan Kurpisz M, 2004. Reactive oxygen species and sperm cells. Reproductive Biology and Endocrinology 2(12): 1–7 Sjodin B, Westing YH, Apple FS, 1990. Biochemical mechanisms for oxygen free radical formation during exercise. Spons Medicine 10(4): 236-54 Suastika, K. 2007. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, Jakarta 3 (20): 103-105 Surai, P. F., and I. A. Ionov. 1992. Vitamin E in fowl sperm. Pages 535–537 in Proceedings of the 12th International Congress on Animal Reproduction, the Hague, The Netherlands Watson, R.R. & Leonard, T.K., 1986, Selenium and Vitamin A, E, and C: Nutrient with Cancer Prevention Properties. J. Am. Diet Ass., 86 : 505-510 Wibisono, Mufied. 2001. Pemanfaatan Vitamin C untuk Meningkatkan Jumlah Spermatozoa pada Mus musculus yang Dipapar Gelombang Ultrasonik. Jurnal Media Medika, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya No.3 (20) Juli-September 2002 Penulis Dedy Winarto, S.Pt, M.Si - Dosen Program Studi Peternakan Universitas Muhammadiyah Purworejo. |
BERFIKIRLAH SEBELUM BERBUAT MAKSIAT
-
Seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah, Dia
berkata: “Ya Aba Ishaq, aku sering berbuat maksiat. Katakan sesuatu
kepadaku sebagai ...
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar