Oleh : TRIYONO
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada konseli untuk mengenal diri dan lingkungannya dan merencanakan masa depan”
Muara dari pelayanan bimbingan dan konseling adalah tercapainya siswa yang mandiri baik mandiri secara fisik dan mandiri secara psikologis, sehingga konseli memperoleh kesejahteraan.
Profesionalisasi konselor sangat dibutuhkan dalam pemberian layanan kepada konseli. Dalam hal ini konselor sekolah benar-benar harus memahami konteks tugas dan ekspektasi kinerja Konselor. Juga yang tidak boleh dilupakan adalah pemahaman konselor tentang standar kompetensi konselor dan standar kemandirian peserta didik.
Dalam artikel ini, kita tidak akan membahas lebih jauh tentang Bimbingan Konseling secara teoritis, tetapi penulis berusaha belajar merefleksi salah satu penanganan masalah siswa yang dikategorikan “anak nakal”.
“Siapakah anak nakal?”
Sebenarnya kita mempunyai keragaman tentang cara memandang “anak nakal”. Anak yang tidak mengerjakan tugas-tugas guru(*PR), anak yang tidak patuh kepada perintah guru atau orang tua, anak yang suka tawuran, anak yang lebih suka di tempat-tempat keramaian (mall, terminal dsb), anak yang suka membolos dan sejenisnya adalah ciri-ciri anak nakal?
Selanjutnya pandangan kita tentang pribadi anak nakal pun berbeda-beda. Ada guru yang melihat siswanya mencukur rambutnya dengan model tertentu karena meniru tokoh idolanya di TV, sehingga kelihatan norak. Guru tersebut memandang itu adalah perilaku preman yang harus dibasmi, sehingga tak segan-segan guru menghukum siswa tersebut dengan hukuman yang berat. Ada juga yang acuh terhadap perilaku siswanya di sekolah. Setiap beliau ditanya, jawabnya adalah “ah… itu kan biasa untuk anak muda!”, Nah, manakah diantara dua tanggapan ini yang dianggap paling tepat?
Bagaimana Guru harus berperan
Menghadapi siswa yang nakal/bermasalah, sebenarnya semua elemen di sekolah harus ikut berperan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Namun yang perlu ditekankan disini adalah peranan wali kelas, Kesiswaan, Konselor sekolah dan Guru serta peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor, sangat menentukan tuntas atau tidaknya masalah siswa.
Banyak sekolah yang sudah tepat dalam menangani contoh masalah seperti ini, yaitu dengan mengintensifkan peranan wali kelas yang selalu koordinasi dengan Konselor Sekolah dan Kepala Sekolah dengan memperhatikan masukan-masukan dari Kesiswaan dan para Guru, tetapi ada sekolah-sekolah yang masih menggunakan paradigma lama, yaitu menyerahkan siswa yang nakal kepada guru BK. Sehingga guru BK/ Konselor sekolah mempunya peranan ganda, yaitu sebaga Polisi Sekolah ( petugas ketertiban) dan sebagai pembimbing siswa.
“Apa yang harus dilakukan Konselor Sekolah?”
Menolak siswa bermasalah (nakal), bukanlah pilihan guru BK (konselor Sekolah) yang bijak. Malah kalau Konselor Sekolah menolak itu berarti menolak tugas dan tanggungjawab.
Besar dan Kecil
Rata-rata orang dewasa/tua, menganggap remaja(siswa) adalah sosok yang sudah besar yang harus mandiri, disiplin, patuh dan seabrek tuntutan lainnya layaknya orang yang sudah dewasa. Tetapi sering dalam perlakuan sehari-hari dianggap seperti anak kecil yang harus selalu diarahkan dalam beraktifitas dan dalam segala hal. Kemudian kaitannya dengan masalah, dianggapnya masalah anak remaja itu sesuatu yang tidak terlalu serius (kecil) dibandingkan dengan masalah orang dewasa, sedangkan kalau remaja membuat pelanggaran, dianggapnya sesuatu yang sangat besar dan harus diberikan hukuman yang berat.
Remaja, adalah masa pertumbuhan menuju masa dewasa awal, dengan berbagai kendala fisik dan psikologis yang menyertainya. Pertumbuhan tubuh yang kurang proposional, perasaan ingin dihargai, ingin dicintai dan sebagainya kadang kala dan sering menjadi hambatan dalam pergaulan sosialnya.
Pemberian konseling sangat efektif dalam mengentaskan berbagai permasalahan pada diri siswa (remaja).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar